Cerita di Mahameru (terpeleset di ketinggian 3676 mdpl puncak Mahameru)

Hari yang membosankan

Minggu ini sangat membosankan, benar – benar membosakan, di kos tidur, bangun , tidur lagi dan bangun hanya  untuk menegakkan tiang agama :). Ditengah – tengah liburnya perkuliahan, menonton, main pes itulah salah satu hiburanku. Berbeda dengan tahun lalu, banyak banyak sekali aktifitas yang mengantri untuk dieksekusi. Pagi hingga siang, siang hingga malam hingga berlanjut beberapa hari kedepannya. Berbagai film telah kutonton, namun berbeda pada hari minggu kali ini, semua film yang kutonton telah ludes (habis), hingga tersentak hati ingin mencari hiburan dan film yang baru.

Hari itu terasa segar, angin bersemilir dengan pelannya bak air mengalir dengan tenang. Lalu kunyalakan mesin motor dan hendak pergi kesuatu tempat. Diperjalanan, terlihat salah satu teman menyapa yang memberi kabar tentang mahameru yang ingin menjadi target selanjutnya untuk di daki. Candra namanya, teman seangkatan, Geomatika – ITS asli Jember. Seorang pecinta alam yang berpengalaman dalam hal gunung menggunung sejak sekolah menengah atas. Berbincang bincang sejenak dengan dongengnya, alhasil sayapun memutuskan untuk mengikuti pendakian itu. (Untuk mengisi liburan kali ini itu pasti sangat menyenangkan, batinku). Nanti malam jam 08.00 kumpul di kos, persiapkan barang – barang nanti gw sms katanya.

Persiapan yang matang 🙂

wahh. .. sekarang jam 03.00 sore, persiapan masih nihil. tas sepatu dan peralatan muncak masih nol (btw ini juga pertama kalinya gw muncak. hhehe). Lumayan lah gegara 5 cm jadi terbesit ke semeru. Meskipun nggak ada olahraga atau joging – joging untuk persiapan muncak. kan sudah olahraga dengan dikejar deadline untuk mempersiapkan peralatan muncak kali ini, hhehe. Mendengar kabar itu, gw langsung bergegas kembali ke kos untuk mempersiapkan barang – barang yang diperlukan disana.

Dengan si Candra langsung juga berangkat ke (Eager, Cosmed, Rei) dan berbagai toko lain untuk kebutuhan muncak. Sendal, sepatu, jaket, sleeping bag, matlas itu adalah peralatan pribadi yang harus dibawa. Tidak boleh tidak, kecuali hidupmu berada di kutub. Mungkin Mahameru masih terasa hangat. hhehe Kumandang magrib telah menyapa, kusegerakan untuk pulang, sholat  dan berdoa agar diselamatkan dalam pendakian hingga kembali ke Surabaya. Dan mempersiapkan kembali barang – barang yang diperlukan. Hingga sholat isya. Sepertinya ada yang lupa, namun memang sengaja gw tidak membeli tas karier ini, karena kantong mulai jebol dengan hanya memprioritaskan perlengkapan yang lain. Gw menghubungi beberapa teman yang bersedia untuk meminjamkan tasnya untuk kebutuhan saya ini. Dia adalah Koni, berbadan besar, tinggi dengan ciri khasnya yang  suka senyum dan tertawa, dia asli Surabaya, orang yang baik di angkatanku dengan pemikiran yang menarik dan unik. Sesegera gw mengunjunginya dan meminjam darinya.

Jam 08.00 malam telah berlalu, kusegerakan untuk berangkat dan berkumpul di tempat yang telah disepakati. Berkumpul disana, banyak dari teman – teman yang mengikuti pertualangan ini. Kami bersebelas orang, 9 orang laki – laki dan 2 perempuan. Tentunya orang terakirnya adalah saya. Ihsan, seorang yang kalem melankolis dari Bekasi. Gema, seorang yang besar, lantang suaranya dan tegas, dari Makasar. Tama, pernah menjadi komting dengan beberapa hari tenggang waktunya, dari Cianjur. Doni, teman yang sebidang denganku dalam organisasi kala itu, dari Kalimantan. Rahmat, dia adalah ketua angkatan geomatika – 2011, dari Madiun. Krisna, banyak yang bilang dia adalah seorang kuli. hahaha. Maksudnya, karena apapun permasalahan tentang dekorasi dan apapun itu, pasti diembatnya. Kalo gw bilang si dia serba bisa dan rapih, dia asli Blitar. Ardana, biasa dipanggil cemani. katanya karena sesuai dengan warna ayam cemani. Tapi gw bilang si dia tidak terlalu hitam, cocok lah untuk kas Indonesia, dia dari Kediri. Dan ceweknya Laelatul Qomariah, biasa dipanggil Ari dari Sidoarjo, seorang yang frontal perkataannya namun pas pada kondisi-situasi. dan yang terakhir seorang yang sering dibully oleh temen-temen dan banyak omongnya, sering kepo juga si, Ulul dari Mojokerto. Featured image

Berkumpul bersama, berdoa sebelum berangkat.

Perjalanan dimulai

Semua berkumpul dan berbincang – bincang satu sama lain. canda, tawa menyelimuti suasana persiapan kali ini sambi menunggu teman yang lain dan mengunggu angkot yang telah dipesan (carter). Kami kira – kira kena 15 ribu rupiah per orang.
Hingga tak terasa jam sudah menunjuk pada angka sebelas. angkotpun tiba, kami naik dan bergegas memasukkan barang – barang. Awal perjalanan ini begitu menyenangkan. di dalam angkot serasa rame dengan suara – suara kami yang menyelimuni disepanjang jalan raya.

Hingga kemudian …. keramaian tersebut meredup bak matahari yang mulai menyingsing turun bersamaan denngan waktu. YA.. rasa kantuk telah menyelimuti kami. hhehe Sesampai di Bungurasih, yaitu salah satu lokasi terminal di Surabaya. Kami alih transportasi. Kali ini bis tujuan malang kami duduki dan kembali bersantai sejenak menghilangkan rasa kantuk (tidur). Terasa sesaat kami telah sampai di dimalang. terminal Arjosari(malang). Turunlah kami bersebelas. memandang suasana terminal yang menurut saya lumayan sepi, karena jam masih menunjuk dini hari. kami sesegera mencari angkot.

Banyak sekali tawaran – tawaran dari angkot – angkot itu memanggil kami agar kami kelak mendudukinya. Ada yang menawarkan 20 ribu per personil. 15 ribu dan lainnya. Awalnya kami tidak memilih salah satu angkot dari mereka. Dengan beraninya berjalanlah kami keluar stasiun berharap untuk mendapatkan angkot yang lebih murah dari itu. (hhehe. . maklum mahasiswa). Lalu datanglah angkot yang menawarkan dari sampai kira-kira 10 ribu rupiah ke tempat pasar tumpang. Sampailah kami di pasar tumpang itu. Kami turun untuk beralih angkot yang lain. Alhamdulillah ada warung kopi disini, sangat cocok untuk bersantai sejenak menikmati kopi, dan gorengan hangat ditengah hawa yang mulai dingin meresapi pori – pori kulit. (Disini saja gw memakai dua jaket, belum lagi jika sudah sampai disana, kataku).

Setelah beberapa saat, angkot berikutnya pun tiba. Kami berangkat hingga mendatangi suatu rumah. Disana menyediakan truk yang mengantarkan kami sampai ke Ranupane. Karena penumpang yang ia angkut bukan hanya kami. Kami menunggu hingga Adzan subuh pun berkumandang lalu kami mencari masjid terdekat untuk melalukan sholat subuh sembari menungggu penumpang yang lain. Featured image

Menunggu penumpang lain untuk persiapan ke Ranupane

Perjalan ke Ranupane ini semakin menggiurkan, jalan yang berliku-liku, naik-turun secara tiga-dimensi (naik,turun,belok secara berbarengan) ini membuat perut serasa diperas.Namun rasa mualpun hilang berlahan – lahan dikalahkan dengan epik nya pemandangan alam yang semakin semburat ini. Pohon, ilalang, dan bukit – bukit yang terpampang seperti pemandangan yang baru (bisalah disebut dengan taman teletubis. hhaha). Sawah – sawah dan hijaunya tersusun rapih serta sinar pagi yang menghiasi sebagian sisi. Cukup lama perjalanan ini untuk mencapai di Ranupane ini, sekitar dua jam lamanya.

Capture

Diperjalanan menikmati pemandangan yang ada

DSC_0024 Sebelah kiri Gema dan sebelah kanan Candra

Sesampai disana, kami turun satu per satu  mempersiapkan barang bawaan dan mengisi perut di warung sekitar. Sembari bersantai kami mempersiapkan diri untuk mengisi biodata keberangkatan. waktu itu sekitar pukul 10.00 pagi. Masing – masing memberikan surat keterangan kesehatan. nahh.. tersentak karena gw lupa untuk mempersiapkan lembar keterangan itu. Namun, akhirnya kami tetap berangkat dengan penuh riang dan gembira tanpa memasukkan namaku untuk calon pendakian. hhehe. (persiapan yang matang -____-). (jangan ditiru yak !!)

DSC_0039

Pemandangan Ranupane, Air yang bersih, dan pemukiman yang terhitung

DSC_0051

Setelah makan diwarung yang berada di belakang kami itu, kami mengambil foto bersama sebelum keberangkatan (Fullteam, 11)

Pendakian ke Ranukumbolo

Akhirnya kami mendaki juga. Suasananya begitu ramai, dari perkampungan menuju hutan dengan nuansa yang bergulir rindang. Saling bersimpangan dengan pendaki lain serta mengucap salam selamat. Menanyakan kabar satu sama lain tanda kesenangan yang memuncak. Terlihat dari warna wajah mereka yang tertatih hingga bergejolak riang. Kami terus mendaki, terus mendaki mengikuti alur buatan tangan hingga ujungnya. Mengikuti irama derapan kaki satu sama lain, dikit demi sedikit. Untung hari itu tidak hujan, sehingga tanah itu membuat kakiku teguh berpijak tanpa gejolak (istilah lainnya kepleset). Melangkah bersamaan suara kicauan burung yang berirama serasa langkah ini mengikuti instruksinya. Sembari menikmati pemandangan alam dimana sisi kanan jalan setapak adalah gunung dan sisi lain adalah jurang.

Di tengah-tengah perjalanan kami mulai kacau dengan panjangnya jalan setapak ini untuk menuju pos pertama saja, sementara ada 3 pos untuk mencapai Ranukumbolo. Sebentar kami berhenti, menyantap makanan ringan dan menghela nafas sembari menunggu yang lain. Lalu kami lanjutkan lagi. DSC_0066

beristirahat sejenak (kaos putih doni, sisi kiri tama)

Hingga pos pertama sudah terlihat diujung mata, kumulai merebahkan badanku ke tanah untuk mengambil nafas dalam – dalam. Sungguh capek rasanya setelah langkah ini silih berganti. Semakin jauh kami melangkah, semakin dingin rasanya hirupan udara disana. Hingga beberapa saat, kami lanjutkan melangkah lagi, mengingat pos selanjutnya yang masih jauh. Di tengah – tengah pendakian, kami bersimpangan dengan seseorang, orang itu telah sampai di kali mati, namun gagal untuk melanjutkan ke mahameru, titik tertinggi Semeru, dikarenakan ada badai yang menghadang yang menyulitkannya untuk menempuh titik itu. lalu dia melanjutkan langkahnya turun untuk mengahiri akhir perjalanannya. Wahh… ga bisa sampai ke atas nih.. kataku, dan temanku, Candra langsung menyaut memberikan tanggapannya, ‘kalo semalam ada badai, kemungkinan besok cuaca pasti sangat mendukung untuk ke atas’. Aku terdiam, seolah mempertanyakannya. Tetap kulanjutkan perjalanan dan mengharapkan itu akan terjadi. hhehe.. Langsung kulanjutkan lagi melangkah dengan kayu yang kuambil di pinggiran jalan setapak. Tujuannya agar memudahkanku untuk melangkah jalan setapak ini yang semakin naik turun.

Tiga pos telah kami lewati, sekarang langkahku akan membawaku ke Ranukumbolo. kelokan jalan ini semakin mengerikan dan tajam. Pergelangan kakiku (engkel) sudah mulai terasa membandel. Ditambah udara yang dingin serasa sampai ketulang. ahhhh… sakitnya, kurapatkan langkahku supaya rasa sakitnya berkurang. Berharap danau itu ada di hadapanku dan mengambil airnya untuk menghilangkan dahaga, tapi tak kunjung tiba, karena persediaan air minumku telah habis. Kuberjalan sambil menundukkan kepalaku untuk memastikan kakiku aman. DSC_0080

pendakian mulai memeras tenaga (jaket merah Laelatul, Jaket hijau Ulul)

DSC_0088

Dijembatan ini menandakan danau Ranukumbolo sudah semakin dekat

Pada belokan terahir, dibelakangku, temanku berteriak, ‘ikuloh danaune wes kelihatan’ artinya (tuhh .. udah kelihatan danaunya). Wahh .. alhamdulillah senang rasanya. jalan itu mulai menurun, kumerunduk dan memberikan sedikit loncatan. Danaunya sudah didepan mata, untuk mencapai airnya dan tempat untuk mendirikan tendapun ternyata membutuhkan waktu. Jalan setapak itu turun, melingkar menyisiri danau itu. DSC_0105

Pandangan pertama melihat Ranukumbolo

Sesampainya di Ranukumbolo

Akhirnya sampai juga, langsung ku rebahkan kakiku, memberikan pijatan ringan berharap sakit itu mereda dengan segera. Kami berkumpul untuk istirahat sejenak disamping pinggiran danau sambil menunggu yang lainnya tiba. Aku dan temanku, krisna, menuju ke pinggiran air itu untuk mencuci muka. Akupun mengikutinya, airnya dingin, segar, fresh rasanya setelah ku usapkan kemukaku yang lusuh ini. Lalu kami menuju kedalam dengan penuh kehati – hatian. setelah air mencapai selutut, dia meminum airnya dan mengisi botol yang ia bawa. ‘Hahh.. seng gennah kris, langsung mbok ombe ngunu’, lontaran kata – kata dengan logat kediriku. :-). (artinya, yang bener kris, main minum aja lo). Katanya, ‘kalo ga minum dari air ini darimana lagi lhe?, nanti untuk air yang lebih bersih kita cari dari sisi yang lain, yang lebih jernih, untuk persediaan malam nanti’. Aku meng-iyakan namun, masih belum seteguk kumeminum airnya. DSC_0182

Penampang danau Ranukumbolo dari tendaku

Hari sudah semakin sore. Matahari mulai menyingsing mempersilahkan kegelapan tiba dengan tanda kemerah – merahan di ujung – ujung awan. Hari itu begitu cerah, awan yang tipis menyisir cahaya itu dengan lembutnya. Tak lama kemudian, kami mulai mempersiapkan tenda untuk tinggal, lebih tepatnya dua tenda yang kami bawa, tidur dipinggiran danau itu, seperti di pinggiran pantai. Bedanya, air di danau ini enggan mengeluarkan ombaknya. Begitu tenang dan damai, sesekali tertiup oleh angin dari arah yang tak menentu. Beberapa yang lain langsung mengambil air minum dengan galon dan botol yang ada. Mempersiapkan kayu untuk mematok tenda dan untuk kayu bakar. Dan yang lain lagi medirikan tenda, karena waktu itu sudah menunjukkan sekitar jam 04.00 sore. SAM_5541

pengambilan air dengan galon yang telah dipersiapkan, ini baru namanya persiapan yang matang :-). (sisi kiri ihsan, tengah cemani(ardhana), dan sisi kanan krisna)

Kami sholat di pinggiran danau itu, tanah itu tidak datar, agak kemiring – miringan. Kami meng-kodho sholat dhuhur yang tertinggal tadi dan dilanjutkan dengan sholat Ashar. Setelah persiapan dua tenda, kami mulai mempersiapkan masakan, ssssttttt masakan khas ala mahasiswa di situasi yang genting ini, MIE GORENG, tambahin sedikit nasi dan kuah dari keringat masing – masing. hhehehe, bercanda.

Namun tidak disangka-sangka, kompor yang kami bawa bocor, bocor dibagian sisi keluarnya gas, yang kami bawa hanya satu untuk persediaan ke Mahameru nantinya. (lagi – lagi persiapan yang matang -____-“). Kami mulai mencari akal untuk membuat api sebagai pengganti kompor itu untuk masakan kami. . alhasil, dengan melobangi tanah dan memberikan tumpukan rumput yang kering, lalu dialiri spirtus, nyalalah api itu, lalu diletakan panci di atasnya dengan ganjalan di pinggirian panci itu adalah batu. Alhamdulillah hingga selesai sampai masakan kami matang. Kami makan dengan cara sepiring berdua. Aku lupa membawa piring, begitu juga yang lainnya. hhehe (persiapan yang matang -__-“)

Hari semakin gelab, kami membeberkan matlas untuk sholat maghrib. Kami wudhu di pinggiran danau itu. Airnya begitu dingin menusuk terasa hingga ketulang. Tak lama kemudian setelah pukul tujuh kulanjutkan dengan sholat Isha’. Udara semakin dingin, meresap melalui hidung diikuti alunan nafas, ahhhhh… membuatku menggigil. Dimalam hari,itu hari yang menyenangkan, bercerita, canda dan tawa menyelimuti suasana malam itu sembari menghangatkan badan dengan api unggun jadi-jadian yang dibuatnya. Bercerita Ulul, ” kalo malam gini, bintang – bintang bertebaran dilangit yang cerah tanpa ada halangan awan, jadi inget kata – kata bang Kawi (dia dari orang yang berlogat khas dari Tapanuli, Sumatra, nama panjangnya Sarkawi), katanya…… wahh.. bintang – bintangnya dari sini dekat kali” . Hhhaha… dengan logat yang ia bawakan. Masih bingung apa yang lucu? Untuk daerah Jawa artinya ‘kali = sungai’. yaa… sempet terpeleset kesitu lah maksud yang tertangkap oleh kami.. padahal yang ia maksud itu “wahh.. bintang – bintangnya dari sini terlihat sangat dekat”. DSC_0158

Suasana malam itu yang dingin, semua mengenakan jaket. dan mengganyang makanan – makanan ringan. (dari salah satu tenda kami)

DSC_0177

termasuk saya sendiri, dengan ingus yang mulai bertebaran ga karuan. hhehe

DSC_0179

Suasana yang harmonis dan romantis ditangah malam yang sunyi. (Tebarkan senyum mu sebelum kesalah pahaman dari senyummu itu terjadi 🙂 )

DSC_0166

Bandingkan gw dengan si ‘tukang’ itu, kupluk uda gw pakai, kaos kaki, kaos tangan, celana yang kupai itu uda rangkap dua, plus jaket, serta penghangat leher. KOMPLIT. Sedangkan si krisna, tetap selow aja dia dengan pakaian setianya. #jengkel_bangets. Yaa.. mungkin karena rambutnya itu bisa menghangatkan badannya. (kalo mau tiru, boleh silahkan, hhehehe)

Pada akhirnya, beberapa saat kemudian dia mulai mengeluarkan jaketnya, ditengah malam. Suasana semakin sunyi, diikuti suara jangkrik yang terus meng-kerik. Tiada ombak yang bergejolak dari danau itu dan hembusan angin mulai menyapa menerpa tenda kami. Malam itu, sekitar jam 10.00 malam, kami mulai mempersiapkan untuk tidur. Kembali ke tenda masing – masing yang telah dipersiapkan. Ada yang diisi 6 rang dan yang satunya 5 orang. Aku menambah jaketku untuk menjaga agar suhu tubuhkan tetap hangat. Membeberkan sleeping-bag ku berharap akan membuatku lebih hangat.

Malam itu sangat enak bagiku membayangkan jika tidur di kos, pastilah sangat menyenyak kan. hhehe Hari semakin malam, dengan sleeping-bag itu belum juga kakiku merasa hangat, di ujung kaki serasa ada hembusan angin yang menyup disela-sela. Lalu kutambahkan lagi celanaku hingga rangkap tiga. hhehehe. Maklum lah.. baru kemarin kami dari surabaya dengan suhu yang terus menguras keringat. dan kemudian ke semeru ini dengan suhu yang terus membuatku buang air kecil. hehehe .. mungkin masih belum beradaptasi dengan dinginnya malam ini. Dengan cara itu, baru aku merasa kehangatan dalam badanku. dan aku mulai terlelap dalam tidurku….. Alhamdulillah ……………..

Pagi harinya, sekitar jam 03.00 pagi, aku terbangun sejenak, keluar melihat indahnya pagi yang di cekungan Ranukumbolo. Terasa hari itu rumayan sepi, orang – orang satu dua tuga berkeliaran di sekitar. Cangkruk di rumah dari batu-bata itu dan berkumpul dengan kawannya. Aku melihat disekeliling, lalu aku masuk lagi dan tidur-tiduran sejenak menungggu waktu untuk sholat Shubuh. Namun juga akhirnya terlelap juga, dan sebentar bangun lagi. Jam menunjukkan waktu shubuh, ku ambil air untuk membersihkan mukaku. nyesssss….. dinginnya minta ampun..

Selesai, aku kembali ke tenda dan tidur lagi. hhehehe.. dingin-dingin seperti ini tuh paling enak bersantai ria mengunggu kantuk tiba dan terlelap.  Aku bangun sekitar jam 08.00 pagi, aku keluar melihat pemandangan pagi ini, matahari sudah menunjukkan kegagahnya. Kutengok kanan – kiri, disebelah ada sebuah tenda yang besar. Cukup lah untuk diisi 20 an orang. Dengan jaket yang khas, khas jurusannya. Dan bendera yang iya bawa. Mereka adalah mahasiswa dari ARSITEKTUR – 2011. Setara denganku, karena sebagian dari mereka aku mengenalnya. Kami saling menyapa, serta menanyakan kabar.

DSC_0182

Pemandangan Ranukumbolo di pagi hari

Lalu, kuajak temanku, Doni, Cemani, (siapa_lupa) untuk mandi di Danau itu. Kami mencari tempat yang jauh, disisi dimana..  sepi dari aktivitas orang – orang yang memanfaatkan air itu untuk kepentingan dahaganya. Menyisiri di pinggiran danau, sesekali melihat hajat yang terlentang di sisipan semak-semak itu. Terus – menyisiri bagian tepinya dari atas danau itu. Dimana lokasi itu telah dekat, kami menuruni bukit itu, hingga sampai pada hamparan air. Lalu aku mandi disana, dengan dinginnya air disana, sesekali membuat genderang dari hasil pertemuan yang instens antara gigi atas dan gigi bawah. hhehehe (frekuensinya sekitar 5 pertemuan per detik dengan manuver yang lihai. kecepatan 100 km/h, dan dengan tekanan maksimum pada masing – masing pertemuan 100 pascal, wwkwkwk). sok sok an aja sih. 😀

SAM_5542

Makan bersama, persiapan untuk perjalanan selanjutnya

Kami kembali ke tenda dan mengemasi barang – barang untuk persiapan ke tahap selanjutnya, Kalimati. Kami melakukan sholat Dhuhur dan mengkodho Asharnya, jaga – jaga jika tidak sempat untuk persiapan disana. Kami menyadari betapa susahnya kemarin malam menyalakan api untuk memasak dan menyediakan makanan kami selanjutnya, karena kompor itu, yang egois, tidak bisa dinegosiasi dan tidak mau berkontribusi untuk kami. Terlintas dari Kami, Kami melihat teman dari Arsitektur juga sedang mengemasi barang – barang nya. Beberapa orang dari kami, mengunjunginya, bersilaturrahmi. Sejenak untuk bercerita dan menanyakan tujuan selanjutnya. Ternyata tujuan mereka mengemasi barang itu untuk kembali ke Ranupane dan pulang menuju Surabaya. Kami sesegera menanyakan barang bawaan yang iya bawa, kompor itu. Ya.. Kompor. Mereka bersedia untuk meminjamkan kepada kami. Alhamdulillah …

Beberapa saat kami berkumpul, bersama mereka, membuat satu gerakan yang mengabadikan kami ini.. . Tentulah .. akhirnya kami membuat foto bersama dengan mereka.  TEKNIK GEOMATIKA dan ARSITEKTUR – 2011, satu fakultas di ITS ini. DSC_0184

Foto bersama 🙂

Capture3

Bersiap – siap untuk perjalanan selanjutnya

Perjalanan ke Kalimati

DSC_0198

Perjalanan ke Kalimati, melewati disela – sela dua bukit (tanjakan cinta)

Kami telah mempersiapkan tenda-tenda, perbekalan dan atau semacamnya. Mulailah kami berpamitan dengan teman-teman Arsitekture, dengan jaket yang khas itu. Salam selamat lontaran dari masing – masing. Hari ini hari selasa, jam sudah menunjukkan sekitar jam 12.00 siang. Sedangkan perjalanan ke Kalimati membutuhkan waktu sekitar 3 jam. Rasanya agak telat kami tiba disana. Mulailah kami menyusuri bukit itu. Dari kejauhan terlihat pendek, setelah kumendekat dan mulai aku melangkah, rasanya jauh sekali, sesekali aku berhenti, menahan isakan nafas, lalu kulanjutkan lagi.

DSC_0205DSC_0204

DSC_0210

Bersantai sejenak setelah menaiki tanjakan cinta, banyak yang menamainya itu, karena jika terlihat dari jauh dua gunung itu bersusunan bak hati yang satu

Sesampainya kami diatas, kami mengumpulkan pasukan sejenak, dan melanjutkan perjalanan ini, Cemoro Kandang itu terlihat di ujung pandangan dari bukit yang kami naiki ini. Lalu kami turun menuruni bukit cinta dari sisi yang berbeda, di balik sisinya, turun menuruni menuju taman rindang itu,Edelweis. Bunga dengan warna khasnya, bunganya berwarna ungu diselingi haijaunya daun. Dijalur turun itu, disitu ada dua jalur, dua jalur dengan tujuan yang sama, jalur itu turunan yang tajam, sesekali harus melompat, lurus dan terasa lebih dekat dibanding jalan yang satunya, jalan yang menyisiri pinggiran bukit itu. Aman, sedikit perangkap, dan landai. Kulihat ada beberapa yang melewati jalur itu. Melihat jauhnya menyisiri bukit itu, kuputuskan untuk langsung lurus saja. tanpa berfikir panjang. Dari kedua jalur itu, terfikirkan olehku, ada sebuah pemikirianku yang terus membayang.

DSC_0230edit

penampakan Edelweis

” jika dilihat – lihat, kita dapat merenungkan dua jalur ini sama seperti kita memilih jalan hidup, jalan hidup yang aman, tentram, untuk menikmati suatu pencapaian itu pasti akan membutuhkan waktu lebih lama, kehidupan yang aman ditandai dengan landainya jalan setapak itu.Berbeda dengan jalan yang lurus, singkat dan terjal itu, kita akan sampai terlebih dahulu, yang menandakan kehidupan ini akan lebih cepat mencapai pencapaian itu, dengan banyak tantangan dengan rintangan. Namun juga diingat, disisi lain, jika ada suatu jalan yang menanjak tajam maka pastilah ada turunan yang tajam. Menandakan bahwa sesuatu yang dicapai dengan cepat dan isnstan, bahkan berkesan dadakan itu maka akan cepat juga untuk jatuh dan tersungkur, perlu adanya cara untuk mengatasi ini. Dan ada jalan yang datar, hingga tanjakan dan turunan seolah enggan menghapirinya, menandakan kehidupan seseorang yang aman, tanpa permasalahan, sangat susah untuk jatuh dan juga bahkan naik, stabil (itu sedikit renunganku hingga kini masih mengakar dipikiranku, terbesit juga bertanya-tanya, apakah itu benar???….) “

Bunga itu tinggi, aku menyusuri di sela – sela, tanda jalan yang sengaja dibuat, di pertengahan memotong lurus hamparan bunga itu. Rasanya seperti ‘taman sesat‘, jika banyak persimpangan yang ada didepanmu, pastilah dikau akan tersesat. Namun tenang saja kali ini, di taman ini hanya ada satu jalur. Jika kamu  lurus maka kamu akan sampai. Sampai di Cemoro Kandang, 2500 mdpl. (alay dikit ahh)

DSC_0237

Di Cemoro Kandang 2500 mdpl (dari kiri ke kanan, Lino Rachmat Cemani Ihsan Doni dan Krisna)

Kami bersantai sejenak disana, menenangkan nafas dan membuka makanan sumber kalori santapan khas jawa. apa itu?? ya GULA JAWA men.. Gulanya orang jawa, buatan orang jawa, dan asli jawa. kemungkinan itu si. hhehe Dengan gula jawa kamu akan kuat sehat seperti semula, dan gagah untuk melangkah. wahh.. tapi sayang men, gula jawa nya cuma bawa dua potong, seharusnya dua kardus gw bawa, untuk dijual disana, hhehe bercanda. Dengan cara menghemat itu, satu potong dibagi untuk kami, dan sepotong yang lain untuk ke Puncak Semeru. Perlu adanya manajemen dalam hal konsumsi nih karena persediaan sudah semakin menipis.

DSC_0303

Beristirahat dengan ditemani manisnya gula, gula kita semua, seluruh Indonesia

DSC_0327

Rachmat, membawakan sampah kami dari hasil menginap di ranukumbolo. (jangan membuang sampah sembarangan, alam ini sudah mulai enggan dengan kita karena sampah-sampahnya)

DSC_0317

Salah satu pohon yang tersungkur, disepanjang perjalanan ini. Terlihat tua .

DSC_0322

meski makananmu gula, ya sewajarnya kita tetap harus membutuhkan istirahat. hhehe 🙂

DSC_0330

Penampakan alam di sepanjang perjalanan ini, awan – awan mulai turun mendekati daratan ini

SAM_5578

CIMG1538

Mahameru sudah terlihat semakin dekat 😀 (Cemani)

SAM_5567

Sampai di Jambangan, 2600 mdpl

Pesiapan di Kalimati

Akhirnya sampailah kita di Kalimati, pemberhentian terakir untuk mendirikan tenda. Kaget rasanya melihat suasana di kalimati ini, tidak ada air, cocoklah dengan namanya KALIMATI. Aku khawatir bagaimana bisa bertahan, besok muncak diketinggian 3676 mdpl. Melihat kali itu, seperti retakan celah diantara tanah-tanah menandakan itu adalah bekas kali yang kering. Celah itu lurus menggaris hingga sampai kebawah. Tak lama kemudian, Ardhana mempersiapkan galon untuk mengisi air. ‘Ono banyu tah cem, nyandi?’ (ada air ta cem, dimana?) kataku. Dan jawabannya ‘ikulo ono tulisane, di Sumber Mani, agak turun kebawah sekitar satu kiloan’.

1075709_10200811491226956_1457792791_n

di Kalimati sekitar 2700 mdpl (ihsan)

Benar juga, kami sampai di Kalimati agak telat, sekitar jam (04-05).00 sore. Semua tugas dibagi, untuk persiapan tenda dan kayu bakar, air, serta persiapan makanan malam ini perlu kecepatan dan kegesitan. Si gesit irit, tanggap, cepat, gesit dan irit tenaga. Berguna sekali untuk saat ini, dimana malam nanti kita harus mengendap-ngendap dipertengahan gelap gulita. Dengan kompor ini(pinjaman dari temen Arsitektur), agak lebih besar dari milik kami. Api yang lumayan besar untuk memanaskan air. Masakan kamipun lebih cepat dari sebelumnya. . .

Hari semakin gelap, waktunya cahaya matahari itu menyinari bagian bumi yang lain, dengan teraturnya dengan kecepatan yang konstan. Dimalam itu kami melakukan sholat maghrib dan isha’ bersama – sama dengan yang lain. Tanpa air, airpun ada hanya untuk perbekalan dahaga kami, kami mengambil tanah untuk bertayamum.

Lalu, berkumpul kami di tenda yang berdiri tegak, berhadap – hadapan satu sama lain. Dengan hidangan yang telah dipersiapkan. ssstttt… lezat … Dingin yang menyelimuti ini membuat menu kali ini terasa lebih lezat. mie. saos. kecap. dan nasi. Membuat dua kelompok dan melingkar besar pada masing – masing hidangan dengan menu yang sama. Kali ini cara makan yang lebih unik dari biasanya, ‘Satu piring, satu sendok‘. itu hidangan yang ada di hadapan kami. Kami makan dari piring itu satu sendok suap bergilir melingkar. Yaa ! layaknya militer. hhehehe mengambil satu suap dengan ukuran masing – masing. Terus keliling hingga tersisa yang terakir. Malam itu, jajan dan makan ringan lebih banyak kami habiskan daripada malam sebelumnya karena berharap ini akan jadi malam terakir bagi kami. Menunggu malam, malam ini serasa lebih hangat dari sebelumnya. iya… karena api unggun yang kami buat lebih besar dari sebelumnya. Kami menemukan kayu – kayu itu disampaing tenda kami. cocok sekali. menghangatkan badan di pinggiran api itu dengan tangan mengarah kedepan, menengadah, menelungkupkan. berharap resapan hangat ini akan menenangkanku. melawan kabut yang bergerombol menghapiri daratan ini.

Jam menunjukkan pukul 09.00 malam, kami mempersiapkan diri untuk tidur. Aku masuk ke tenda, memang benar – benar berbeda dengan malam kemarin, hari ini lebih hangat dari sebelumnya. mungkin badanku sudah bisa beradaptasi dengan dinginnya di Semeru ini. lalu aku lanjutkan untuk tidur. szzzzssssttttt………………..

Perjalanan ke Puncak Mahameru 3676 mdpl

Hari itu memasuki hari Kamis, tepat jam 12.00 tengah malam. kami bangun mempersiapkan diri untuk berangkat ke Puncak Mahameru. makanan ringan untuk bekal perjalanan. senter untuk menerangi jalan. masker. jaket dan yang lain yang diperlukan diperjalanan termasuk kamera untuk mengambil gambar. hhehe

tenda dan peralatan yang berat-berat seperti kompor dan teman-temannya kami tinggal di kalimati. malam itu gelap, sedikit terang diterangi rembulan dan bintang-bintang. kami melangkah berderet-deret, mulai dari depan yang tahun jalannya dan berpengalaman, dan yang paling belakang orang yang paling kuat fisiknya untuk memastikan tidak ada yang tertinggal dalam kelompok. perjalanan malam itu sangat perlu kehati-hatian, jalan mulai sempit dan berkelok-kelok, kadang memerlukan loncatan untuk memanjat, ditambah hanya cahaya senter kami yang menerangi jalan itu. sesekali kami berhenti untuk mengambil nafas panjang – panjang, dan makan. menanyakan keadaan masing – masing. jika ada salah seorang dari kami yang tidak kuat, kami berhenti sejenak. semakin berat rasanya menarik udara dimalam hari ini. untuk memastikan tetap aman, kami masing-masing memakai masker. dingin itu pasti, yang diperlukan hanya untuk tetap mengerakkan badan agar tetap dalam kondisi yang prima. perjalanan kali ini memang benar-benar penuh resiko, dan membutuhkan waktu yang lama.

kami telah melalui archopodo, disana juga ada yang mendirikan tenda hanya sekitar 1 atau 2 tenda yang berdiri. sepi. lebih gelap dari kalimati. memang ada yang bermalam disini, tujuannya untuk mempersingkat waktu dalam pendakian. karena kami sampai archopodo saja waktu sudah menunjukkan sekitar jam 03.00 pagi. kami tidak sempat mengambil gambar disini. Lalu kami lanjutkan jalan keatas lagi.

SAM_5588

Arcoppodo dengan ketinggian sekitar 2900 Mdpl

Sekitar 5 jam kami sampai di perbatasan vegetasi dan pasir. menandakan puncak mahameru tinggal beberapa langkah. beberapa langkah. iya,, beberapa langkah. aku berharap waktu itu bisa melihat sunrise setelah aku mencapai puncak. ‘kurang sedikti lagi‘ kataku. mungkin waktu itu sekitar jam 04.00 pagi. kali ini perjalanan lebih mengkhawatirkan, yang kami pijak, mulai berubah dari tanah menjadi pasir. sangat mengganggu jika pasir masuk ke dalam sepatu. kami melewati perbatasan. samping kanan dan kiri itu jurang. uuhhh… tidak tahan melihatnya kedua jurang itu ada disampingku. kami terus melangkah maju. pada saat itu kami masih berjalan bersama-sama. masih dalam satu tim.

SAM_5601

foto dari arah pendakian, pinggiran sinar matahari mulai menampakkan

Tiba kami telah berada di kaki puncak gunung itu, kami terus melangkah majuu.. mulai menanjak tajam keatas. susah rasanya menaiki pasir ini. aku terus melangkah maju, satu langkahku dibalas dengan perosotan tanah yang kering itu. tiga langkahku ke atas ini seperti satu langkahku pada biasanya yang aku lakukan. kering-kering menyusahkan ya satu ini. dipandang serasa indah, didekati ternyata membawa tantangan. hhehe . beberapa saat diketinggian itu, temanku, ulul. sesekali naik, sesekali berhenti. merasa tidak kuat untuk mendaki yang lebih tinggi. sedikit ia memaksakan untuk tetap naik. Dan satu lagi Cemani, merasa aneh dengan perutnya saat itu yang mulai mengganggu pendakian. Tak lama kemudian si Candra, yang berada di belakang bersamaan dengan mereka ini berbaik hati untuk mengantarkan kembali ke tenda. Mempersilahkan kami untuk sesekali melihat pemandangan alam di puncak mahameru. karena dia sudah pernah muncak sebelumnya. Pada saat itu aku sudah berada di bagian yang lebih atas. kami melanjutkan pendakian berdelapan orang. kami terus mendaki dan mendaki. tambahan sedikit lari, setelah itu berhentinya lebih lama. atau dengan langkah  yang konstan, namun terus berjalan, itu sebuah pilihan.

Dipertengahan perut gunung di ketinggian itu, aku benar – benar merasa lemas dan capek, melihat matahari mulai menampakkan sinarnya. aku mencoba untuk terus naik namun dikalahkan dengan kelelahan yang aku alami. melihat matahari yang sedang menampakkan wujudnya, aku berusaha sekuat tenaga agar dapat melihat keluarnya di atas gunung. mungkin waktu itu sekitar pukul 06.00 pagi. Tak tahan dengan letih ini aku mencari celah cekungan yang rumayan kokoh, aku sandarkan badanku disitu. dan akhirnya terlelap juga.

SAM_5623

matahari mulai menampakkan wujudnya

Bangun – bangun, jam sudah menunjukkan sekitar pukul 07.00, aku melihat Ari berada diatas sekitar 5 meter jaraknya dariku yang sedang duduk melepas lelah. dan diatasnya lagi Doni. kami mulai menaiki gunung itu. meski tidak sempat melihat epiknya di puncak semeru saat matahari menampakkan dirinya. gapapa, kataku ..

SAM_5611

SAM_5627

SAM_5619

SAM_5635

SAM_5639

SAM_5641

Sampai puncak Mahameru 3676 mdpl

Sekitar pukul 09.00, kurang atau lebih, aku dan yang lainnya sudah berada di atas. diatas puncak Semeru. di ketinggian 3676 mpdl alhamdulillahh….

Diatas ini benar – benar menyenangkan, melihat gerombolan awan – awan berada dibawahku. aku berada di atas awan.. hhaha… memang benar-benar terasa seperti itu. terik matahari di atas sini tidak terlalu panas. angin bertiup masih dengan membawa dinginnya. Aku melihat uapan awan panas yang keluar dari sebuah gunung. dengan durasi kira – kira 10 menit, asap panas itu muncul keluar dari pucuk salah satu gunung. sangat banyak sekali. asap itu keluar diikuti suara gemuruh. yaaa.. seperti panci berisi air yang dididihkah. pada saat air sudah mendidih, jika dibuka tutupnya akan mengeluarkan asapnya dan suara gerojokan air yang meluap-luap. Bedanya, ini kompor yang sangat besar yang digunakan untuk memasak. hanya itu kemampuan untuk pengandaianku. Banyak orang disana untuk melihat peristiwa itu. ………………………….

Diatas ini kami mulai mengambil gambar….

SAM_5646

CIMG1590

SAM_5653

SAM_5655

CIMG1583

CIMG1580

CIMG1581

CIMG1588edit

CIMG1584edit

CIMG1575

SAM_5650

………………………….. is typing

Kejadian yang tidak terduga

Setelah serasa puas dengan menikmati pemandangan alam. kami bersiap – siap turun untuk kembali ketenda. satu persatu kami turun. turun dengan pelan – pelan. pada waktu turun itu, aku berada di belakang. hingga beberapa lama. aku melihat seorang yang lain turun dengan menancapkan tungkak kaki nya di pasir. sehingga kuatlah tumpuan itu kedalam tanah diikuti dengan perosotan kebawah. namun tetap stabil. aku lihat dia lebih cepat dari kami untuk turun kebawah.

Aku mengikutinya, memang enak, lebih aman menurutku, dengan menancapkan tumit kaki ke dalam tanah, daripada yang meletakkan telapak kakinya mengikuti kemiringan tanah itu. Dengan cara itu, aku mulai turun lebih cepat. hingga menyalip beberapa temanku yang berada dibawah ku. satu persatu aku melewatinya. hingga beberapa saat kemudian, temanku ini mengikutiku dengan cara yang sama, Doni namanya. Aku terus dengan gayaku itu menuruni gunung. dengan gayaku itu lama kelamaan aku mulai tidak terkendali. Aku melihat batu yang sangat besar menancap kedalam pasir, dengan bidang yang luas, cocok untuk bersantai disana. Pada saat langkahku itu mulai tidak terkendali, aku sengajakan badanku untuk kutubrukkan di batu itu. sehingga arahku menghadap ke atas layaknya tidur. tapi memang itu benar – benar aku sengaja. Aku melihat kawan ku yang berada dibelakang. masih menyusuri turunan gunung ini pelan – pelan. Berbeda dengan salah satu temanku ini, Doni. Dia makin melaju turun dengan lebih cepat, aku melihatnya seperti melayang diikuti dengan langkahnya, dia menyalipku dengan senyuman. menoleh ke arahku. namun tak lama kemudian dia mulai tidak terkendali. aku melihat dia terjatuh. aku kira terjatuh hanya sekali dan berhenti. namun tidak demikian. aku melihatnya terjatuh dengan gulingan badannya. tidak horisontal namun vertikal. Dia tersungkur dengan kepalanya berada di bawah kakinya, kemudian kepalanya diatas, kemudian kepalanya dibawah. dan kakinya diatas. kejadian seperti itu terus – menerus menggelundung dan melayang.

Pada turunan itu, ada dua arah jalur. untuk jalur utama. agak mengarah ke kanan atau menyerong ke kanan(jika dilihat dari atas). dan jalar yang tidak dikenal, arahnya lurus agak ke kiri. Tapi jika diturut dari atas, jalur yang tidak dikenal itu lebih dominan lurus dan jalaur yang utama agak serong kekanan.

Doni, temanku itu menggilinding berputar-putar lurus agak menyerong ke kiri itu melalui jalur yang tidak dikenal (maksudnya, jalur tersebut bukan jalur utama, yang arahnya berbeda). Dia menggelundung kearah itu dengan benturan beberapa batu yang lumayan besar. setelah aku lihat kebawahnya lagi. aku melihat ada batu yang lebih besar dari sebelumnya. Aku melihat, ia menggelundung dengan loncatan yang terakir lumayan tinggi. Dengan loncatan terakir itu, dia menghantam batu besar itu dan kemudian berhenti disana. Dia menubruk batu itu, seperti memeluk batu itu. dan terdiam……..

Melihat itu, jantungku langsung berdebar keras. berharap dia tetap baik-baik saja. aku bergegas lari dengan gaya perosatanku tadi menghampiri Doni, ‘astaghfirullahhaladzim doni !!!’ kataku berulang-ulang kali. aku menghampirinya. memanggil namanya. dan menepuk – nepuk punggungnya. Aku lihat kepalanya berlumuran darah. Aku mencoba untuk membalikkan badannya. namun tenagaku tidak kuasa. Datanglah temanku, Gema, disusul dengan krisna, dengan tenaganya itu membantuku untuk membalikkan. Aku lihat dia tenang, diam hingga beberapa saat. langsung iya tersentak dan terengah – engah dan merintih kesakitan. Aku melihat matanya (kanan atau kiri) berlumuran darah, bengkak, tertutupi oleh pasir, dan giginya yang terlihat tidak merata berlumuran darah tertutupi pasir pula. Kepala bagian depan aku lihat penuh dengan darah. Dia terbujur lemas dan tak sangup untuk menggerakkan anggota badannya. Gema, dengan suara kerasnya memanggil yang lainnya untuk meminta bantuan.

Hari itu hari kamis jam 10.00 pagi. Kami, Gema, Krisna, dan Ihsan berada di lokasi itu. Sedangkan yang lain, Rahmat, Tama, dan Laelatul meneruskan perjalan, menuju ke tenda (Kalimati) memberikan info dan untuk meminta bantuan kepada pihak setempat. Dengan berlima tersebut, mustahil kami bisa membawanya kembali ke bawah, apalagi ke Kalimati, apalagi yang lebih jauh lagi, Ranukumbolo dan perkampungan di Ranupane. Tubuh doni terbujur di samping batu itu. Kami sangat – sangat kebingungan dan berteriak – teriak meminta bantuan pada pendaki sekitar.

Pertolongan tiba

Ada seorang penggunung, berbada kecil, tinggi, dengan topinya, berbadan roso. kelihatan dia sering melakukan pendakian, asal dari Jakarta. Dia datang dengan membawa peralatan darurat untuk memberikan pengobatan, betadin, alkohol, dan lainnya seadanya. ……………………………….. is typing

Lalu beberapa saat ada seorang bule yang sedang menuruni gunung itu. Bule itu berambut merah, tinggi badannya, kekar, tenaganya sangat kuat, dia rupanya sendirian ke Semeru ini. dia asli dari Amerika Serikat, seorang pengajar Geografi di Cina, namanya Adam. Kami memanggil mendekatinya meminta bantuan ‘help me please’. dengan menunjukkan arah tangan ini ke teman kami yang jatuh. melihat itu, teman kami, Gema, dengan kefasehannya menjelaskan apa yang telah terjadi kepadanya. Lalu Adam menurunkan perkakasnya dan menghapiri kami. …………………………. is typing

Belum cukup dengan tambahan dua orang itu, murid-murid sekolah menengah atas dengan gerombolannya menghapiri kami, ternyata mereka adalah mapala dari SMA nya, di Pasuruan, Jawa Timur. ……………………………….is typing

Dengan peralatan yang ada, kami membawanya, sampai di kaki gunung semeru, perbatasan antara vegetasi dan pasir-pasir. Untuk membawanya kesini membutuhkan waktu yang lama. kami sampai di kaki gunung ini sekitar jam 06.00 malam………………………………is typing

(orang-orang nya masih mengingat-ngingat siapa aja)

Tertunda satu hari, dan sekali lagi bermalam di Kalimati

Perjalanan Pulang

Hari sabtu pagi,

————— masih panjang ————-

—————————————————– type is loading —————————————————

Leave a comment